Kisah Anak Nelayan Dari Pulau Terluar Selayar, Lolos Jadi Polwan
3 min readPolresenrekang.com, Enrekang – Kiki Wulandari (19), satu dari ratusan calon siswa Bintara Polri, dinyatakan lulus pada sidang terbuka kelulusan Penerimaan Bintara dan Tamtama Polri Tahun Anggaran 2024, Polda Sulawesi Selatan.
Putri nelayan pasangan Suaib (48) dan Asma (40) ini, tak kuasa menahan haru saat namanya di sebutkan dalam sidang kelulusan.
Ia bergegas keluar ruangan pengumuman begitu mendengar kan namanya disebutkan dalam daftar 494 calon siswa yang lulus.
Dengan mata yang sembab, Kiki sapaannya bergegas memeluk sang ayah yang menunggu di ujung tangga lobi.
“Alhamdulillah pak luluska,” ucap Kiki terisak memeluk ayahnya yang seharian menunggu pengumuman.
Ayahnya pun tak kuasa menahan haru dan bangga ke pada putrinya sambil memeluknya erat.
“Alhamdulillah nak,” sahut sang ayah sambil mengusap air mata.
Suaib yang saban hari mencari ikan di laut, tak menyangka putrinya lulus dan selangkah lagi menjadi andi negara di Korps Bhayangkara. Sebab, menjadi seorang nelayan seperti dia tidaklah berpenghasilan tetap.
“Kadang sehari dapat ikan, kadang juga nihil karna tergantung cuaca dan ombak. Kalau dapat, biasanya Rp. 100 ribu, kalau agak bagus rejeki kadang samapi Rp. 300 ribu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Suaib menjelaskan, dirinya berda di Makasaar sudah sebulan lebih.
Ia sengaja turut menginjakkan kaki di ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan untuk mendampingi putrinya yang ikut mendaftar.
Untuk menuju Kota Makassar, Suaib dan putrinya Kiki, harus beberapa kali menyeberang pulau.
Pasalnya, lokasi rumahnya berada di Pulau Pasitallu, Dusun Kalumbe, Desa Tambuna, Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Pulau Pasitallu, terletak di antara Pulau Selayar Sulawesi Selatan dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pasitallu merupakan salah satu pulau di gugusan Takanabonerate dari tujuh pulau berpenghuni dan 10 pulau tak berpenghuni.
Mayoritas warganya menyambung hidup dengan menjadi nelayan.
Hasil tangkapan ikannya, kadang dijemput kapal pedagang ikan dari Sinjai, bahkan ada yang dijual langsung ke NTT.
Untuk menuju ibu kota Kecamatan Takabonerate saja, Suaib dan Kiki harus menempuh perjalanan laut selama empat jam.
Itu pun harus menumpangi kapal barang yang dalam sebulan, hanya dua kali menyeberang.
Setelah tiba di ibu kota Kecamatan Takabonerate, Suaib dan putrinya kemudian melanjutkan perjalanan laut selama 14 jam.
“Paling cepat itu 14 jam kalau pakai kapal kayu, itu pun kapal barang yang dua kali satu bulan menyeberang,” ujarnya.
Pulau yang dituju selanjutnya yaitu Dermaga Benteng, ibu kota Kabupaten Kepulauan Selayar.
Setelah itu, menyebrrang ke Pelabuhan Bira Bulukumba dengan kapal fery.
Dari Bira Bulukumba, keduanya pun melanjutkan perjalanan darat ke Kota Makassar, menumpangi mobil sewa dengan waktu tempuh lima hingga enam jam perjalanan.
Akses transportasi yang sulit memaksa Kiki merantau di Kota Selayar saat memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA).
Selama tiga tahun belajar di SMAN 1 Selayar di Ibu Kota Kabupaten Selayar, putri sulung dua bersaudara ini menumpang di rumah keluarganya.
Selama melanjutkan pendidikan di bangku SMA, Kiki terhitung hanya tiga kali pulang ke rumah orangtuanya di Pulau Pasitallu.
Hal itu karena jarak yang cukup jauh dan juga kendala transportasi.
“Kenapa saya dampingi mendaftar, karena saya ingin selalu kasih semangat ke dia (Kiki) bahwa kau harus buktikan orang pulau juga bisa,” ujar Suaib.
Dirinya pun berharap agar apa yang dicita-citakan Kiki sejak kecil dimudahkan saat menjalani proses pendidikan nantinya selama lima bulan.
“Semoga semuanya dilancarkan nanti saat pendidikan dan anakku dapat meraih cita-citanya menjadi polwan,” ucap ayah dua orang anak ini.